Paham Mas..?

sebuah catatan kecil saat lebaran..........



Lebaran tahun ini membawa banyak makna yang berbeda dalam hidup saya secara personal. Pertama tentang pendidikan yang akhirnya alhamdulillah dapat saya ikuti, kedua tentang keluarga yang alhamdulillah bertambah jumlahnya dan saya tetap mahluk paling ganteng dalam keluarga saya sendiri, ketiga tentang hati saya sendiri yang rasanya sudah lebih bisa menerima tentang kisruh permasalahan masa lalu walaupun baru setitik dan banyak lagi hal lain yang memang membuat makna lebaran kali ini berbeda.


Tapi dibalik semua itu terdapat sebuah kesedihan yang sama ketika saya menjalani perjalanan pada hari lebaran kedua dari Jakarta menuju Cirebon. Pemandangan yang sama dengan tahun kemarin terpampang lagi dimana banyak pemudik yang menggunakan sepeda motor dengan keluarganya (plus anak-anaknya yang masih kecil).




Berulang kali saya dengan kakak dan adik saya melihat sebuah keluarga berjumlah 3 atau 4 orang yang mudik menggunakan sepeda motor dengan posisi anak pertama di depan (kadang sampe tertidur di stang motor) diikuti si bapak, diikuti anak kedua (yang bahkan ada juga yang masih bayi…ampuuun), kemudian duduk di posisi paling belakang adalah si ibu dengan sejumlah barang bawaan yang bertumpuk di sela-sela sisa ruangan yang ada. Miris hati saya setiap melihat pemandangan seperti itu. Hal itu menunjukkan kebodohan dan ke-egoisan orang tua yang ingin berlebaran dengan membawa sepeda motor ke kampung halamannya (dengan alasan apapun !!). Berulang kali kita dengar berita pemudik yang anaknya meninggal ketika dalam perjalanan menggunakan sepeda motor. Tapi hal itu terus terulang hingga tahun ini. Bahkan ketika pulang dari Cirebon menuju Jakarta tengah malam masih ada juga pemudik bersepeda motor yang seperti itu.

Berbagai pertanyaan menyeruak diantara kami : Apakah para orang tua itu memperhatikan kesehatan dan keselamatan anak-anaknya..? Apakah anak-anaknya itu ingin pamer motor dihadapan keluarganya di kampung? Apakah anak-anaknya yang merasa susah kalau di kampung mau berkeliling ke sanak saudara tapi tidak ada kendaraan? Apakah anak-anaknya yang merasa malu karena orang tuanya kerja di Jakarta tetapi sepeda motor saja tidak punya? Apakah anak-anaknya yang merasa bahwa mudik merupakan keharusan dan tradisi yang patut dilaksanakan setiap tahun walaupun keadaan tidak memungkinkan? Dan berbagai pertanyaan lain yang jawabannya akan semakin menunjukkan ke-egoisan dan kebodohan sang orang tua. Semua kejadian tadi tidak perlu terjadi apabila orang tuanya mengutamakan kesehatan dan keselamatan anak-anaknya. Saya yakin sekali dengan hal itu.



Dalam obrolan kami diyakini bahwa seluruh kejadian itu bermuara pada satu hal yaitu “PEMAHAMAN”.

Kata pemahaman bermula dari kata dasar “PAHAM”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata paham berarti : 1 n pengertian; 2 n pendapat; 3 n aliran; haluan; pandangan; 4 v mengerti benar (akan); tahu benar (akan); 5 a pandai dan mengerti benar (tt suatu hal);

Sedangkan pe·ma·ham·an berarti n proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan.

Dan me·ma·hami berarti v 1 mengerti benar (akan); mengetahui benar; 2 memaklumi; mengetahui.

Artinya, pemahaman merupakan perbuatan (yang/untuk) mengerti benar atau mengetahui akan sesuatu hal (misalnya peraturan atau keselamatan).

Dari penjelasan tersebut kakak saya menceritakan tentang isi khotbah seorang khotib yang tidak terkenal di sebuah masjid yang mengatakan bahwa : “Sebagian besar orang Indonesia itu kalau dikaitkan dengan masalah paham ada 3 golongan : Pertama, adalah golongan orang yang TIDAK PAHAM; Kedua, adalah golongan orang yang SALAH PAHAM; dan yang terakhir adalah golongan orang yang menganut PAHAM YANG SALAH”.

Heheheh….jadi tersenyum juga saya…

Nah, permasalahan pada golongan pertama yang TIDAK PAHAM ini merupakan permasalahan yang domainnya kognitif atau pengetahuan. Jadi yang harus dilakukan untuk menghadapi orang-orang dalam golongan tidak paham adalah dengan cara MEMBERI PELAJARAN agar dia menjadi paham. Namun dalam hal memberikan pelajaran ini hendaknya dilakukan dengan metode dan niat yang baik sehingga pelajaran dapat diterima dan dimengerti agar tidak terjadi salah paham.

Selanjutnya, permasalahan pada golongan kedua yang SALAH PAHAM dimana sudah merupakan permasalahan pada domain afektif atau perasaan yang harus dilakukan adalah MEMBERI PENGERTIAN agar kesalah pahaman tidak berlanjut. Jadi berilah pengertian kepada mereka bahwa apa yang disangkakan oleh mereka itu keliru dan merupakan kesalah pahaman. Ini sudah menjadi lebih sukar karena menyangkut perasaan dan sangkaan awal yang biasanya bernada negatif. Sehingga dalam memberi pengertian pun harus dilakukan dengan baik agar orang-orang pada golongan ini tidak lantas menjadi ekstrim dan menjadi orang-orang yang berpindah haluan untuk menganut paham yang salah.

Permasalahan pada golongan yang ketiga atau penganut PAHAM SALAH ini sudah menjadi permasalahan pada bidang ideologi atau keyakinan. Ini yang paling sukar. Namun bukan berarti tidak bisa dihadapi. Untuk menghadapi dan menyelesaikannya harus dilakukan dengan MEMBERI PEMBUKTIAN kepada mereka bahwa paham yang dianut mereka itu adalah salah. Hal memberi pembuktian ini tentunya harus dilakukan secara logis, dengan dasar referensi yang jelas, saintifik, rasional serta ditunjang oleh teori dan praktek yang nyata.

Dengan melakukan semua hal tersebut dapat diharapkan golongan yang dikategorikan oleh sang khotib akan berkurang jumlahnya karena sudah menjadi orang-orang yang “PAHAM”.

Jadi singkatnya, urusan paham-memahami dapat dijelaskan seperti ini :

Tidak paham ===> Beri pelajaran.

Salah paham ===> Beri pengertian.

Paham salah ===> Beri pembuktian.



Kembali ke masalah pemudik dengan sepeda motor yang membawa anak-anaknya, harus kita lihat dulu mereka termasuk kepada golongan yang mana? Kalau mereka tidak paham maka hendaknya kita memberi pelajaran kepada mereka tentang peraturan lalu lintas dan keselamatan. Tapi harus dengan baik karena kalau tidak baik mereka bisa jadi salah paham dikira kita mau mengambil motornya. Kalau mereka salah paham dengan menganggap bahwa mudik dengan sepeda motor merupakan kebanggaan kita harus memberi pengertian kepada mereka bahwa mereka salah paham dengan arti kebanggan pada saat lebaran. Nah kalau mereka ternyata penganut paham yang salah yang meyakini bahwa urusan mudik adalah urusan diatas hidup dan mati sehingga tidak perlu memperhatikan keselamatan anak-anaknya ya beri mereka pembuktian bahwa hal itu salah karena toh kalau anaknya sakit atau meninggal akibat perbuatan sembrono itu maka mudik lebaran keluarga mereka menjadi tidak ada artinya lagi.



Adik saya bilang

“Saya nggak paham…mas itu lagi nyetir koq sibuk ngeliatin orang mudik pake sepeda motor, pake ngobrolin khotib Jum'atan pula……udahlah mas itu nyetir aja yang bener supaya kita gak kecelakaan...gitu aja koq repot"



Wew….salah paham nih…

Comments

Popular posts from this blog

Romantisme Melayu Siti Nurhaliza, Memaknai Lagu Cindai

Tragedi Dewi Sinta

Toleransi Beragama yang diajarkan Umar Ibn Khattab RA