Posts

Showing posts from 2017

Haji, Perjalanan Air Mata Kembali Kepada Mata Air

Image
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ ، لَا شَرِيْكَ لَكَ. Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kemuliaan dan segenap kemuliaan dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu Menerima panggilan Allah untuk melaksanakan ibadah yang merupakan rukun kelima dalam Rukun Islam sungguh suatu kelegaan tersendiri yang tidak henti-hentinya saya syukuri dalam hati saya. Karena Ibadah Haji ini merupakan ibadah yang paling musykil bagi saya. Ibadah yang paling berat sekaligus paling ringan, ibadah yang bentuknya merupakan ujian kesabaran dan ketaatan kepada perintah Yang Maha Esa.

Romantisme Melayu Siti Nurhaliza, Memaknai Lagu Cindai

Image
“Duk..”…tiba-tiba hati saya tersentak ketika lamat-lamat di siang hari Ramadhan yang terik ini terdengar lagu “Cindai” yang dinyanyikan oleh Siti Nurhaliza, biduan jelita dari Negeri Jiran, Malaysia.   Entah dari ruangan siapa lagu ini berputar, tapi langsung menarik ingatan dan kenangan akan masa muda di Bandung.   Lagu yang ditulis oleh Pak Ngah (Datuk Suhaimi Mohammad Zain) dan liriknya disusun oleh Hairul Anuar Harun ini memang indah dan Melayu bangeeeet. Keasyikan mendengarkan lagu ini membuat saya bisa melupakan soal hingar bingar politik dengan bungkus agama yang arahnya semakin ndak jelas di Indonesia dan menghiasi halaman2 portal berita Indonesia.  Buat orang Indonesia dan sekitarnya yang sedang ada di luar negeri, mendengarkan lagu ini pasti membawa memori dan kenangan akan budaya Indonesia yang Melayu banget khususnya saat menjelang lebaran.   Padahal penulis lagu dan penyanyinya orang Malaysia yang biasanya sedikit banyak bikin keki orang Indonesia. “Tapi mereka ka

Mengambil Non-Muslim sebagai Auliya’, Haram?

Oleh Khoirul Himmi Setiawan Catatan kali ini bisa jadi sangat panjang. Namun pendekatan itu diperlukan agar kajian yang saya sajikan berimbang. Catatan ini bukan kajian politik, meskipun saya akui salah satu alasan formulasinya ditengarahi oleh gema Pilkada DKI 2017. Kajian ini berbasis referensi kitab-kitab tafsir, yang saya himpun dari penelaahan pribadi maupun hasil diskursus pemikiran yang saya ikuti. Sampai saat ini, masing-masing pihak yang mengharamkan dan tidak mengharamkan non-muslim sebagai auliya’ berada dalam kutub biner, yang seringkali terkotak pada bias pemikirannya sendiri dan cenderung keukeuh menolak pemikiran pihak lain. Sehingga saya pikir, catatan kali ini akan mengetengahkan kajian yang berorientasi pada solusi ketimbang polemik, dan juga mendialogkan antara komitmen terhadap agama dan negara. Kenapa solusi? Sebelum menjawabnya, saya ajukan pertanyaan terlebih dahulu. Inferensi nash (teks) Alqur’an adalah larangan (haram) mengambil non-muslim

Mari mencari kebenaran bukan mencari kesalahan

Seorang sahabat lama saya mengirimkan teks yang menurut broadcastnya adalah dari Aa Gym. Tulisannya adalah tentang tulisan yang katanya bikin Ahoker muslim pada klepek-klepek. (Maaf, tulisannya tidak akan saya muat disini). Kemudian, seperti biasa lah sahabat saya ini curhat dan minta tanggapan ke saya karena menurutnya dia sampai disuruh syahadat lagi oleh keluarganya gara2 tidak sependapat dengan Aa Gym dalam masalah Pak Ahok. Yang gini-gini ini menurut saya memang menggelikan tapi ya memprihatinkan. Sebelumnya perlu digarisbawahi bahwa saya tidak memilih atau mendukung Ahok dalam Pilkada karena saya toh tidak nyoblos, jadi gak ada hubungannya sama Pilkada. Aa Gym adalah seorang kyai muslim yang baik dan soleh. Tulisan Indah dari Aa' Gym memang indah, terasa benar halus sekali tapi sebenarnya tersirat dan sekaligus terasa memaksa kita untuk ikut apa yang beliau telah tulis. Apakah kita lantas harus setuju dengan apa yang Aa Gym tuliskan? Bolehkan berbeda pendapat

Lantunan Ayat Suci Alqur'an Sangat Indah dari Seorang Kopassus dlm Acara...

Image

Aqidah Yang Tergagap

Image
            Menjelang akhir tahun 2016 saya dengan Sudrun melakukan perjalanan ke Louisville, Kentucky untuk memenuhi niat menziarahi makam salah seorang pejuang kemanusiaan dan Islam di negeri Paman Sam ini, yaitu Muhammad Ali.   Di Indonesia mungkin Muhammad Ali hanya dikenal sebagai petinju legendaris, tetapi di negeri Obama yang segera menjadi negeri Trump ini, nama Muhammad Ali bukan saja bergaung sebagai seorang petinju tetapi juga berkibar sebagai panji sosok yang membela kemanusiaan, anti perang dan kebencian serta pejuang keadilan yang dapat menjadi pembela bagi   kaum minoritas terlebih lagi dikenal sebagai pejuang agama Islam yang moderat.  Sudrun sih ingetnya waktu SD sekolah libur kalo pertandingannya Ali disiarkan sama TVRI.             Tapi bukan ini yang menjadi inti catatan saya sekarang.   Yang akan saya kisahkan adalah bagaimana kemudian saya dan Sudrun bertemu seorang kawan lama di rumahnya ketika dalam perjalanan ini.   Sang kawan ini dulu sama-sama d