Mari mencari kebenaran bukan mencari kesalahan

Seorang sahabat lama saya mengirimkan teks yang menurut broadcastnya adalah dari Aa Gym.
Tulisannya adalah tentang tulisan yang katanya bikin Ahoker muslim pada klepek-klepek. (Maaf, tulisannya tidak akan saya muat disini). Kemudian, seperti biasa lah sahabat saya ini curhat dan minta tanggapan ke saya karena menurutnya dia sampai disuruh syahadat lagi oleh keluarganya gara2 tidak sependapat dengan Aa Gym dalam masalah Pak Ahok.

Yang gini-gini ini menurut saya memang menggelikan tapi ya memprihatinkan.


Sebelumnya perlu digarisbawahi bahwa saya tidak memilih atau mendukung Ahok dalam Pilkada karena saya toh tidak nyoblos, jadi gak ada hubungannya sama Pilkada.

Aa Gym adalah seorang kyai muslim yang baik dan soleh. Tulisan Indah dari Aa' Gym memang indah, terasa benar halus sekali tapi sebenarnya tersirat dan sekaligus terasa memaksa kita untuk ikut apa yang beliau telah tulis.
Apakah kita lantas harus setuju dengan apa yang Aa Gym tuliskan? Bolehkan berbeda pendapat atau mengikuti pendapat yang berbeda dari Ulama lain dalam hal ini? Lantas kalau saya berbeda dengan Aa Gym apakah saya kehilangan Allah? Pertanyaan-pertanyaan ini bertubi-tubi datang dan menjadi beban bagi yang awam masalah-masalah seperti ini.
Saya sampaikan kepada sahabat saya bahwa hal yang terpenting disini adalah dengan memberi pemahaman pada sesama muslim terdekat yang kita sayangi bahwa perbedaan itu Rahmatullah, perbedaan adalah Hukum Allah dan merupakan Karunia Allah, jadi perbedaan itu harus bisa disyukuri dan dinikmati. Kita sama-sama ketahui bahwa Timur Tengah selalu berperang salah satunya adalah karena tidak bisa memaknai perbedaan dengan baik seperti diatas.

Kembali pada tulisan indah Aa Gym 
--------------------------------------------------
Pada kalimat beliau : "Percayalah orang yang selalu bersama Allah tidak akan pernah kehilangan apa-apa, tapi orang yang kehilangan Allah maka ia akan kehilangan segalanya".  Saya sangat setuju dengan hal ini.  Namun, apakah memilih Pak Ahok sebagai Gubernur DKI atau menyatakan bahwa Pak Ahok itu tidak menghina atau melecehkan Al-Qur'an berarti saya tidak bersama Allah? Ya Allah, apakah ini artinya jutaan Muslim yang mendukung Ahok berarti telah kehilangan-Mu?  Setelah lama berfikir, alhamdulillah dalam hal ini akhirnya saya merasa mendapatkan jawaban dengan keyakinan dari-Mu bahwa hal itu belum tentu benar.  Kalau dibaca pada kalimat beliau pada bagian: "Saya tidak ingin berdebat dengan Anda yang mendukung mereka, apalagi jika Anda yang orang islam." --> Disini saja sudah jelas beliau telah memutuskan suatu sikap tidak mau "berdebat", lalu bagaimana beliau bisa menghargai muslim yang memiliki pilihan dan pemikiran berbeda dengannya sedangkan diskusi saja sudah tidak mau?  Apakah lantas orang Islam yang berbeda pendapat dengan Aa Gym menjadi pasti salah dan kehilangan Allah?

Memaknai dan berdiskusi tentang omongan Ahok itu adalah penistaan atau bukan saja sudah tidak mau apalagi untuk berdiskusi tentang memaknai kata "awliya" di surat Al Maidah yang merupakan kunci jawaban paling penting dalam diskusi ini. Pada hampir seluruh kitab tafsir tulisan para ulama, tidak ada satupun yang memaknai awliya itu artinya pemimpin. Yang memaknai awliya itu pemimpin terdapat hanya pada buku terjemahan Al-Qur'an terbitan Departemen Agama RI.

Sebagai perbandingan apakah Ahok menista Al-Qur'an dan Islam atau tidak, bisa dilihat pendapat Buya Syafi'i Ma'arif atau pendapat Gus Mus yang mengatakan Ahok tidak menista Al-Qur'an dan agama Islam. Lantas kalau Aa Gym itu tidak mau "berdebat" dengan Buya Syafi'i atau Gus Mus, bagaimana dengan nasib kita ini. Padahal beliau berdua adalah Ulama terkemuka Muhammadiyah dan NU. Apakah lantas bisa disimpulkan bahwa bagi Aa Gym, Buya Syafi'i Maarif dan Gus Mus telah kehilangan Allah? Saya tidak mau menuduh, dan saya yakin bahwa Aa Gym juga tidak bermaksud demikian kepada beliau berdua rahimahullah.  Apakah kemudian bisa diartikan bahwa Aa Gym tidak menghormati perbedaan pendapat dari Buya Syafi'i dan Gus Mus? Saya yakin tidak, maksudnya saya yakin Aa Gym tetap menghormati Buya Syafi'i dan Gus Mus.  Jadi kalau saya berbeda pendapat dengan Aa Gym apakah saya juga berniat menghina atau memusuhi Aa Gym? Insya Allah tidak juga, hanya berbeda pendapat saja.

Jadi apakah sebenarnya arti dari "awliya" pada surat Al Maidah itu? Pada hampir seluruh kitab tafsir, awliya ditafsirkan sebagai "sekutu", bukan "pemimpin". Dan secara lebih umum adalah sekutu saat peperangan. Jadi sangat berbeda dengan yang kita ketahui selama ini. Tafsir ini sebenarnya sudah banyak dijelaskan dan diluruskan oleh banyak dari para ulama NU. Entah kenapa media lebih senang memberitakan yang lain daripada hal ini, mungkin karena tidak populer dan tidak laris atau malah bisa memberikan pemahaman baru yang sebenarnya kepada umat muslim yang sedang kebingungan?

Masalah hubungan umat islam dengan umat lain itu harus dilihat dari konteksnya. Salah satunya termasuk masalah pemimpin non-muslim ini. Pemimpin Indonesia bukan Gubernur. Indonesia bukan negara Islam dan bukan negara penganut Syariat Islam. Jadi yang mau milih Ahok, ya pilih aja, yang ngomong dia menista kan bukan dia, tapi masih berupa tuduhan. Habib Rizieq yang dituduh telah menghina Indonesia, Campur Racun, Pancasila, Uang BI dll.  aja jadi bingung dan tidak menerima tuduhan itu karena dia tidak merasa menghina. Begitupun Ahok, dituduh menghina jadi bingung, karena dia tidak merasa menghina. Negara kita tidak dalam keadaan perang dan negara yang aman, kalau di Indonesia atau di DKI khususnya, Ahok melarang kaum muslimin beribadah, dilarang sholat, dilarang ke mesjid atau mengaji, maka dipastikan cerita tentang Pak Ahok akan berbeda. Tapi pada kenyataannya kan tidak seperti itu. 

Sikap Muslim Yang Benar Pada Penistaan Al-Qur'an
---------------------------------------------------------------------
Tentang sangkaan penistaan Ahok ini, seperti yang ditulis Gus Nadir: 
Tafsir QS al-An’am ayat 68-69: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka, tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa.” 

Mari kita kembali kepada petunjuk al-Qur’an jikalau kita memang hendak membela Al-Qur’an dari para penistanya. Catatan penting: petunjuk QS al-Nisa ayat 140: "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur’an, bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam Jahannam." 

Buat mayoritas ulama yang tidak menganggap telah terjadi nasikh-mansukh dalam kedua ayat di atas, maka tidak ada pertentangan dalam kedua ayat tersebut. Pesan utamanya tetap sama: tinggalkan perbincangan mereka yang melecehkan ayat Allah. Apapun pendapat yang kita pilih –apakah terjadi nasikh–mansukh atau tidak– satu hal yang jelas: kita hanya diminta oleh Al-Qur’an untuk meninggalkan majelis, forum, atau acara dimana ayat Allah dilecehkan. Tidak lebih dari itu. Tidak ada perintah untuk membunuh para penista Al-Qur’an, sebagaimana teriakan sebagian pihak yang bersurban dan bergamis di jalan raya.

Ayat di atas berlaku jika memang terjadi penistaan atau pelecehan terhadap ayat Allah. Jikalau masih terjadi keraguan benarkah terjadi penistaan terhadap ayat Allah, tentu lebih baik kita kedepankan tabayun terlebih dahulu agar jangan sampai kita menimpakan kemudaratan kepada mereka yang tidak berniat dan tidak bermaksud menistakan al-Qur’an. Kita pun bisa jatuh pada kezaliman kalau demikian halnya.

Tentang cerita menyeramkan dari Fir'aun, Namrud dan bangsa Sa'ba, saya merasa bahwa tidak tepat  korelasinya, yang tepat dalam hal ini adalah kisah tentang ancaman dan/atau peringatan justru kepada para pemimpin kita (muslim atau non-muslim) dan kepada kita semua agar tidak berbuat seperti mereka dimana Allah akan menurunkan azab bila kita mengingkari perintah Allah. Nantinya kalau seperti Aa Gym bilang "bagi mereka yang mendukung Ahok karena bisa membangun, sampaikanlah bahwa Fir'aun bisa membangun dan menista Allah maka dihancurkan" kemudian saya bilang "Bagi mereka yang mendukung A karena hafal Qur'an, lihat bagaimana Abdurrahman bin Muljam hafal Qur'an dan jadi pembunuh maka diqishas"...kan gak bener korelasinya, seolah-olah Fir'aun dibinasakan Allah karena bisa membangun dan seolah-olah Abdurrahman bin Muljam jadi pembunuh karena hafal Qur'an.  Fir'aun dihancurkan Allah karena menyekutukan Allah, demikian juga kaum-kaum sebelum dan sesudahnya yang diceritakan dalam Qur'an.  Bagaimana mereka menyekutukan Allah? Terang-terangan dan menantang.  Bagaimana dengan Ahok? Kan nggak pas menyamakan Ahok dengan Fir'aun.  Demikian juga Abdurrahman bin Muljam menjadi pembunuh bukan karena dia hafal Qur'an, tapi karena pemahamannya yang salah atas ayat Qur'an.  Kemudian kalaupun memang kita harus memusuhi umat Nasrani terus menerus, kenapa Rasulullah dulu memberikan perintah hijrah pertama untuk meminta perlindungan justru ke Ethiopia dimana rajanya adalah seorang Nasrani? Itu karena Rasulullah meyakini bahwa Raja Habsyi yang beragama Nasrani  itu adalah seorang raja yang adil dan akan memberikan perlindungan kepada umat Islam pada saat itu.  Artinya, tidak semua orang beragama lain itu menjadi musuh dan tidak dapat dijadikan sekutu, saat itu bahkan umat Islam meminta perlindungan kepada seorang Raja Nasrani.
Jadi, bahkan Rasulullah pun sudah memberi contoh bagaimana kita harus bersikap kepada ummat lain, berbeda-beda konteksnya dan tidak bisa disamaratakan begitu saja setiap saat sesuai dengan nafsu kita.
----------------------------------
Penutup dengan mengutip tulisan Gus Nadir: "Dakwah itu mengajak kebaikan dengan cara yang baik, sehingga hasilnya pun baik. Kalau kita berdakwah dengan bahasa yang baik, tanggapan mereka bisa baik dan bisa buruk; tetapi kalau kita menggunakan bahasa kasar dan caci-maki, boleh jadi mereka akan membalas caci-maki kita dengan lebih kasar lagi. Sampeyan ini sebenarnya mau dakwah atau ngajak berantem sih?"

Wallahu alam bisawab.

Mohamad Nafis - Riwayat 1/3 Malam

Comments

Popular posts from this blog

Romantisme Melayu Siti Nurhaliza, Memaknai Lagu Cindai

Tragedi Dewi Sinta

Toleransi Beragama yang diajarkan Umar Ibn Khattab RA