Melakukan Yang Benar Tapi Tidak Populer Atau Populer Tapi Belum Tentu Benar..?

Sekarang kita sedang sering meilhat reality show yang seru di televisi, koran dan media informasi lain tentang upaya koalisi partai-partai politik yang semula bersebrangan arah dengan partai pemenang pemilu. Banyak yang berkomentar negatif, katanya itu tanda orang-orang yang haus kekuasaan dan berpotensi menyimpang. Tapi ada pula yang menanggapinya dengan biasa-biasa saja,katanya dalam politik hal itu biasa, apalagi kalau sudah soal berbagi jatah posisi Menteri di departemen yang "basah". Siapa sih yang menolah dikasih posisi nyaman dengan fasilitas yang berlimpah dan memungkinkan untuk menyejahterakan diri, keluarga dan kelompoknya. Itu katanya lho....Reality show yang lain yang tidak kalah serunya juga masalah persidangan mantan ketua KPK yang sekarang menjadi terdakwa kasus pembunuhan plus dugaan korupsi...hanya satu kata yang bisa disampaikan....SERU !!!!!




Semua pihak baik itu partai politik, pengamat politik, pimpinan KPK dan mantan-mantannya, Polri dan semua pihak yang meramaikan reality show ini mengklaim bahwa tindakan mereka lah yang benar dan tindakan serta anggapan orang lain yang salah dan keliru. Masing-masing mengedepankan parameter kebenarannya sendiri. Padahal parameter kebenaran di negara kita sudah jelas ada, berpegang pada hukum saja koq. Berpegang pada hukum pun kita terlebih dahulu berpegang pada kebenaran hakiki dari Tuhan yang disampaikan melalui agama. Susahnya, negara kita ini orangnya pintar-pintar sehingga semua punya penafsiran sendiri-sendiri tentang apa yang dianggap sebagai "benar".

Saya jadi ingat satu cerita lama :
Ada sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara yang lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.

Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain. Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?

Mari berpikir sejenak keputusan apa yang sebaiknya kita ambil.

Jumlah teman saya yang memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak jauh lebih banyak daripada yang memilih untuk membiarkan KA lewat pada jalur yang aktif. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional. Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Namun kenapa dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.

Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas yang berada pada posisi yang benar seringkali harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut. Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang berbahaya telah dikesampingkan. Dan bahkan mungkin tidak kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.

Seorang teman yang membaca cerita ini berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat. Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut.
Disamping itu, alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

Seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Abu Dzar Al Ghifari merupakan contoh orang yang berpegang pada kebenaran. Beliau berasal dari Ghifar (suatu suku di Arab yang terkenal sebagai suku perampok). Namun Abu Dzar tidak mengikuti kebiasaan sukunya dan malah termasuk golongan orang yang pertama memeluk Islam dan menyatakan terang-terangan bahwa ajaran Islam itu benar di depan Ka'bah sehingga beliau dianiaya secara beramai-ramai oleh kaum Quraisy.

Oprah Winfrey dalam buku Good Housekeeping menulis sebagai berikut Real integrity is doing the right thing, knowing that nobody's going to know whether you did it or not.

Berkaca pada tindakan serta pemikiran di atas bahwa melakukan hal yang benar itu tidak harus merupakan keputusan yang diterima dan diikuti atau didukung oleh orang banyak dan tidak harus diketahui oleh orang lain. Mustinya para pemeran reality show itu berfikir lagi, apakah tindakan dan keputusan mereka selama ini sudah benar sesuai amanat tanggung jawab mereka yang diatur oleh hukum dan agama atau jangan-jangan karena ada kepentingan lain di dalamnya. Tidak mudah memang mengambil keputusan seperti itu, karena pengambilan keputusan seperti itu harus dilandasi dengan hati yang ikhlas dan pemikiran yang jernih. Bagaimana mau mengambil keputusan yang benar kalau hatinya tidak ikhlas dan pikirannya tidak jernih...


Kita harus sadar bahwa hidup penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat dan populer tidak selalu menjadi keputusan yang benar.
Ingatlah bahwa sesuatu yang benar tidak selalu populer dan sesuatu yang populer tidak selalu benar.


--***--

Bahlul bilang "kamu sih ceritanya salah, coba rel kereta nya ada 3..."

lha.....

Comments

  1. Sangat menginspirasi. Memilih melakukan yang benar seperti memilih jalur kereta yang aktif. ^ ^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Romantisme Melayu Siti Nurhaliza, Memaknai Lagu Cindai

Tragedi Dewi Sinta

Toleransi Beragama yang diajarkan Umar Ibn Khattab RA