Mental Persaingan (positif) Orang Indonesia

Hasil bincang-bincang pagi dengan seorang sahabat dan senior cukup menggelitik hati saya untuk membuat tulisan sedikit. Berawal dari omong-omong tentang kenapa sih kita ini seolah-olah selalu kalah bersaing dengan negara-negara tetangga yang notabene sama-sama orang Asia Tenggara dan merdeka pada waktu yang tidak terlalu berjauhan. Mari kita lihat negara tetangga kita Singapura yang dengan suksesnya bisa menjadi salah satu negara yang hampir masuk dalam negara "kelas atas" atau mungkin sudah masuk pada kategori tersebut. Saya masih ingat beberapa dekade yang lalu negara kita yang tercinta ini dianggap sebagai negara yang kuat dan digadang-gadang akan segera masuk menjadi Macan Asia setelah Jepang, Korea Selatan dan Cina. Calon-calon macan itu termasuk di dalamnya adalah Singapura, Malaysia, Taiwan dan Indonesia. Setelah dua dekade lewat maka Singapura sudah mulai tumbuh taring dan kukunya sebagai macan, Taiwan dan Malaysia berkembang juga walaupun tidak terlalu cepat seperti Singapura, sementara kita dari semula sebagai anak macan bukannya tumbuh berkembang menjadi macan yang gagah dan merajai hutan, tetapi koq malah berubah menjadi anak kucing. Apa yang salah dengan kita?




Tentunya banyak faktor yang berpengaruh, namun perbincangan kami tadi pagi hanya sebatas mental bekerja dan bersaing orang Indonesia saja, itu pun tanpa buka literatur dan hanya berdasarkan pengamatan serta pengalaman kami saja.
Mental kerja orang Indonesia (pada umumnya) jauh berbeda dengan mental kerja orang Singapura (pada umumnya juga). Di Singapura ada istilah "kiasu". Istilah ini bagi sebagian besar orang Singapura menjadi motto hidup. Kiasu adalah bahasa Hokkian yang artinya takut kalah atau kalau kamu bisa maka saya pun bisa, pokoknya kalo anda bisa dapet saya juga harus dapat. Sebenarnya terminologi ini lebih digunakan untuk mengejek seseorang atas ketamakan atau kelicikan orang lain. Tapi di lain pihak mentality ini ada baiknya, saya kira Singapura bisa maju seperti sekarang ini karena kiasu mentality nya yang akan memacu orang untuk selalu mendapatkan hasil yang lebih baik dalam segala hal dibandingkan orang lain.

Walaupun efek dari motto ini di Singapura seringkali jadi keterlaluan. Ada cerita seorang teman yg berada di Singapura bahwa pada suatu siang dia dengan seorang temannya lagi sedang jalan di depan Centre Point di Orchard Rd, lalu ada antrean panjang, temennya temen saya (yg orang Singapore) langsung ikut antre tanpa tahu itu antrian buat apa, sehingga ditanyalah oleh temen saya "Why are you queuing up?" (Ngapain ngantre?) dia bilang, "know LEH, people are queuing up so must be good".. WHAT??? Weleh2x, ternyata mrk antre untuk beli koran, di dalam koran itu ada kupon diskon product tertentu, kalau nggak salah S$2 off, amit2x.

Dengan kiasu mentality ini orang Singapura saya perhatikan selalu mau berupaya lebih keras, berinovasi lebih banyak dan berani mengeluarkan kreativitas serta ngotot dalam memperjuangkan kebutuhannya agar bisa survive dan lebih baik dibandingkan orang lain. Pernah saya berbincang dengan seorang Mayor dari Singaporean Army tentang kiasu mentality ini, dia bercerita bahwa orang Singapura sangat menyadari bahwa mereka tidak memiliki sumber daya alam yang berlimpah sehingga untuk bisa bersaing dengan negara lain mereka harus mengoptimalkan brain resources yang mereka miliki.

Sekarang kita lihat bagaimana orang Indonesia. Kita negara yang diberkahi Tuhan dengan memiliki sumber daya alam berlimpah. Tapi, hal ini menyebabkan kita menjadi cenderung untuk malas, yang lebih parah lagi adalah kita cenderung malas berfikir. Di sebagian besar wilayah Indonesia kalau kita makan buah mangga maka selesai nya kita lempar itu biji mangga ke halaman, kita diamkan dan kita lupakan. Kemudian setelah 2 tahun kita sudah bisa makan mangga dari pohon mangga di halaman yang berasal dari biji yang kita buang begitu saja. Walhasil, kecenderungan bahwa tanpa bekerja keras pun kita sudah bisa mendapatkan hasil ini berakumulasi selama sekian abad dari berbagai kemudahan yang diberikan alam Indonesia sehingga kita menjadi malas berfikir dan malas bekerja.

Kalau menurut teman saya sih, di Indonesia kita tidak perlu berfikir soal bagaimana mengembangkan budi daya mangga juga sudah bisa makan mangga setiap hari, sementara di Singapura mereka harus berfikir bagaimana tanpa menanam mangga mereka bisa makan mangga setiap hari kalau perlu tanpa biaya juga.

James Gwee, seorang motivator yang lahir dan besar di Singapura, tetapi lebih dari 19 tahun tinggal di Indonesia dalam bukunya "Positive Business Ideas" bercerita mengenai kebiasaan-kebiasaan suku bangsa. Gwee membantah pendapat bahwa kultur orang Singapura lebih baik dari orang Indonesia. "Orang Singapura dan orang Indonesia memang beda, ya. Tetapi, keliru kalau yang satu lebih baik dari yang lain. Masing-masing punya kelemahan dan kekuatan. Kunci keberhasilan adalah mengoptimalkan kekuatan masing-masing, dan mendesain sistem dalam organisasi untuk meminimalisir kelemahan masing-masing. Harus disadari bahwa kultur, pembawaan, lingkungan, mempengaruhi tindakan dan kelakuan orang. Setiap kebudayaan itu berbeda-beda. Cara orang Cina mengasuh anak mereka berbeda dengan orang India. Anak-anak melihat contoh yang berbeda dari orangtua mereka. Orangtua mengajarkan nilai-nilai yang berbeda-beda pula. Sebagian orangtua mengatakan no venture no gain, tetapi yang lain bilang be happy and grateful with what you have".

Nilai-nilai yang berbeda berdampak pada cara berpikir anak muda, lalu kebiasaan hidup mereka di kemudian hari.
Berkaca pada pendapat tersebut maka kehebatan alam Indonesia seharusnya membuat kita berfikir dan bekerja untuk merawat dan mengembangkan menjadi lebih baik, namun yang terjadi pada sebagian besar masyarakat kita justru cenderung menjadikan kita terlena dan bermanja dengan kemudahan-kemudahan ini.
Setelah dunia berkembang dan perekonomian menjadi kapitalis serta terbuka kita baru menyadari ketertinggalan kita dibandingkan negara lain terutama dalam hal kemauan berfikir, bekerja, kreativitas dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. Walaupun demikian tidak ada kata terlambat, kita masih bisa mengejar dan bahkan melampaui bangsa lain untuk menjadi bangsa yang besar dan tumbuh sebagai Macan Asia. Yang penting adalah kemauan untuk berfikir dan bekerja lebih keras untuk mengembangkan kemampuan individu dan bangsa secara kolektif untuk mampu bersaing dengan bangsa lain.


--***--

Bahlul malah ngasih komentar "di Indonesia sih kalau kalah bersaing ya tinggal dolan ke dukun aja..."

nah lho....


Comments

  1. Kaisu Mentality ^_^
    Bagus juga untuk dikembangkan di diri pribadi :)
    Saya jadi lebih semangat. HAHA.

    ReplyDelete
  2. Hahaha. Kiasu ^^
    (haduh, sudah terbukti bahwa orang Indonesia susah fokus, hahaha)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Romantisme Melayu Siti Nurhaliza, Memaknai Lagu Cindai

Tragedi Dewi Sinta

Toleransi Beragama yang diajarkan Umar Ibn Khattab RA